Saat ini kita dihadapkan dengan media yang menjadi buta karena mengejar rating, makin susah kita mencari media yang cepat menanggapi wacana yang terjadi di dalam masyarakat. Salah satu media yang paling dekat dengan masyarakat terutama anak muda adalah radio, tetapi pada kenyataannya kita kehilangan radio anak muda yang bisa memberikan informasi yang bermanfaat dan membentuk pola pikir mereka.Radio dikategorikan sebagai salah satu media yang digunakan untuk memberikan informasi kepada massa, layaknya media elektronik dan Surat Kabar. Seperti idealnya sebuah media, radio juga diharapkan menjadi peran sebagai pengumpul dan Bank informasi yang disebarkan lewat audio kepada para pendengar. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang tentunya berguna bagi masyarakat hingga terbentuk opini publik. Tapi inilah yang hampir lenyap di dalam dunia radio anak muda kita khususnya di Bali. Kenapa bisa dibilang hampir lenyap?? Karena hampir seluruh stasiun radio swasta yang ada di Bali tidak mempunyai tujuan pendidikan, kebanyakan dari mereka mengambil segmen-segmen sendiri yang bertujuan hanya untuk menghibur. Info yang diberikan pun adalah info yang bersifat menghibur, hanya sebatas tips-tips kacangan sampe info selebriti yang sedang ngetrend. Jika kondisinya seperti itu, apa bedanya radio dengan stasiun televisi yang sekarang telah kehilangan fungsinya sebagai media yang kritis, cerdas dalam menganalisis wacana, dan membentuk opini publik? Kita bisa mengatakan hampir tidak ada. Bahkan radio bisa dibilang lebih mempunyai dosa-dosa yang membuat masyarakat tidak berpikir lebih kritis. Padahal radio bersifat lebih dekat dan personil kepada pendengar, yang bisa dimanfaatkan untuk menanamkan pemikiran-pemikiran yang positif sehingga terbentuklah karakter yang kritis di dalam masyarakat . Bergerak ke stasiun radio swasta di bali, “tidak ada isi”, kalimat ini dirasakan tepat untuk kondisi radio swasta-radio swasta ini. Setiap radio anak muda hanya memikirkan bagaimana ratingnya naik, maka akan dilakukan apa saja. Bahkan ada radio swasta, yang selama 19 jam per hari membuka jam request, demi mendapatkan pamor. Sungguh sayang, apalagi kebanyakan mereka menaruh segmen di anak-anak muda. Memang ada beberapa yang membuka telepon untuk memberikan opini tentang tema yang mereka angkat, akan tetapi sekali lagi saya katakan bahwa tema yang diangkat tidak jelas, bersifat fiktif dan menggiring masyarakat, khususnya anak muda di dalam kebodohan. Ini sangat disayangkan, apalagi anak-anak muda seharusnya ditanamkan berita yang sifatnya informatif bukan hanya sekedar menghibur, apalagi mengingat sangat mudah untuk masuk ke dalam dunia mereka, aset ini sangat luar biasa untuk pembentukan karakter anak muda, jika radio bisa dan mau untuk mengemban misi ini, bukan hanya meletakkan rating di atas segala-galanya, kita akan mempunyai anak muda yang mempunyai karakter yang kuat dan peka terhadap isu dan wacana.Kemanakah kekritisan media? apalagi radio adalah media yang paling dekat dengan anak muda. Radio yang ada di Bali sekarang telah menjadi budak rating, sehingga mereka tidak perduli apa yang mereka tanamkan ke anak-anak muda di Bali asalkan rating mereka naik, dan akhirnya bisa “menjual”. Padahal sebenernya radio bisa dijadikan media jurnalisme alternatif dengan memunculkan kekritisan di dalam satu wacana yang terjadi di dalam masyarakat. Janganlah berbicara tentang masyarakat nasional, cukuplah berbicara tentang keadaan dan wacana yang ada di masyarakat lokal. Padahal cukup banyak yang bisa diangkat dalam lingkup sosial di masyarakat. Tidak heran kenapa anak muda di Bali jarang yang cerdas, jika seperti ini kondisinya, tegakah anda membiarkan anak anda mendengarkan radio?? Televisi pun begitu, sebenernya ada apa dengan media sekarang ini. Semenjak pemerintahan orde baru pelaku jurnalistik berteriak dengan gembira bahwa mereka bebas dari belenggu yang selama ini mengikat mereka di dalam kebebasan memberikan informasi. Bebas? Yap, bebas, bahkan terlalu bebas. Kita akui bahwa masyarakat perlu hiburan, mereka marah, tapi bukan berarti membodohi masyarakat. Ketika dibahas tentang ini, pelaku medialah yang menyalahkan pasar karena ketergantungan mereka dalam mencapai penghasilan. Bagaimanapun mereka butuh biaya operasional dan keuntungan tentunya sebagai bonus.Pemikiran ini yang harus dirubah, jurnalisme mainstream sangat menjebak pemikiran-pemikiran masyarakat ke arah yang mudah dan tidak melatih ke arah yang lebih kritis. Satu-satunya cara adalah mengenal jurnalisme mainstream yang masih mengandalkan substansi untuk menganalisis wacana dan melemparkannya ke masyarakat agar masyarakat bisa menilai hingga terbentuk opini publik, disinilah letak fungsi radio. Untuk radio di bali yang sangat dekat dengan anak muda, akan sangat memprihatinkan apabila mereka tidak mencontohkan yang baik dan tidak mempunyai isi dan pesan yang diberikan kepada segmen anak muda.
Telur atau ayam
Ketika berbicara tentang radio anak muda yang beralih ke mainstream, jadi ingat tentang mitos telur atau ayam. Mitos ini mempertanyakan apakah ayam atau telur yang muncul terlebih dahulu. Pertanyaan seperti ini juga berlaku untuk radio anak muda, apakah pasar yang menentukan karakter radio anak muda kita, atau radio kita lah yang membentuk karakter anak muda sekarang. Di satu pihak menyatakan bahwa budaya hedon yang terjadi di kalangan anak muda, menyebabkan radio tidak mau mengambil resiko turun rating jika mereka mengambil berita atau tema yang sedikit “berat”. ketakutan pelaku broadcasting adalah pada saat penikmat mereka tidak mau untuk berpikir sedikit lebih keras, untuk mengolah informasi yang bisa dikatakan mempunyai porsi yang agak berat, maka dari itu mereka memutuskan untuk mengikuti selera pasar. Sebaliknya ada beberapa tanggapan yang mengatakan kalau radiolah yang membuat anak muda di Bali ini menganut aliran hedon, radio menanamkan budaya praktis dan selalu menanamkan pemikiran yang mudah serta menonjolkan wacana yang tidak penting. Perdebatan ini terus terjadi, seperti lingkaran setan. Pertanyaannya adalah, apakah masih ada radio anak muda yang mengangkat wacana yang setidaknya berguna untuk anak muda.
Radio komunitas
Bagaimanapun juga radio membutuhkan iklan, karena radio mempunyai biaya produksi dan bersifat komersial dan profesional, sangat jelas akan bergantung dengan bagaimana selera pasar, akan tetapi jika radio ini makin menuruti selera pasar yang tidak mendidik, ini juga akan menjerumuskan anak-anak muda yang rata-rata menjadi pendengar aktif. Ini bisa disiasati dengan penyampaian yang lebih mudah dan lebih masuk ke pemikiran anak muda. Bahkan kesempatan ini bisa diambil pihak pelaku radio untuk membuat pola pikir anak muda yang lebih cerdas dan berkarakter.
Mungkin apabila radio yang bersifat profesional, akan sedikit sulit untuk mengembangkan pemikiran idealisme anak muda yang kritis, karena bagaimana pun mereka mengejar klien untuk pembiayaan produksi. Lagi-lagi kita dihadapi dengan idealisme versus komersialisme. Solusi yang bisa kita ambil adalah membuat radio komunitas yang tidak tergantung oleh pasar dan menjadi budak rating. Radio seyogyanya mempunyai sikap dan bisa memberikan informasi yang tidak Cuma sekedar menghibur dan informatif tapi juga bersifat edukasi, sifat inilah yang belum ada di kalangan radio anak muda di Bali. Radio komunitas di Bali memang sudah ada, tetapi itu hanya menjadi radio yang pendengarnya sangat minim, ini membuat kita berpikir bagaimana agar radio komunitas ini bisa didengar oleh anak muda di Bali. Kita mengetahui bahwa, anak muda di Bali kurang berdiskusi dan tidak peka terhadap isu-isu yang ada. Radio komunitas mempunyai kesempatan untuk membentuk karakter mereka agar setidaknya bisa menjadi karakter yang gemar berdiskusi, setidaknya mendiskusikan apa yang terjadi di lingkungan mereka.
Radio komunitas bisa dibentuk dari institusi sekolah atau kampus, selama ini peranan radio komunitas di lingkungan sekolah kurang dimanfaatkan. Terbukti dengan waktu on air yang tidak tetap, dan format yang belum jelas, padahal apabila ditanggapi dengan serius, kesempatan untuk menjadikan radio komunitas di masing-masing sekolah ataupun kampus sebagai tempat yang nyaman untuk berdiskusi sangat besar. Sehingga, radio-radio ini bisa membentuk budaya baru di lingkungan siswa dan mahasiswa dan dengan sendirinya, jika forum-forum diskusi terbentuk, maka akan ada pemikiran-pemikiran kritis yang akan muncul sehingga kita akan mempunyai generasi muda yang tangguh.
0 Comment:
Post a Comment
Thanks For Your Comment
Be Fun Here